Jumat, 23 Maret 2012

Aspek hukum asuransi dan perbankan




  1. Aspek Hukum Asuransi

Dewasa ini asuransi telah berkembang dengan pesat. Berbagai ragam jenis asuransi ditawarkan kepada masyarakat, dan ini memberikan arti bahwa masyarakat cenderung memiliki rasa percaya yang cukup tinggi terhadap perusahaan asuransi dan ini dapat pula menjadi bukti bahwa masyarakat menyadari arti pentingnya asuransi di dalam mengantisipasi risiko yang mungkin terjadi di masa yang akan datang.
Di dalam Undang-Undang Nomor 2 tahun 1992,pengertian asuransi atau pertanggungan adalah : perjanjian antara dua pihak atau lebih dengan mana pihak penanggung mengikatkan diri kepada tertanggung, dengan menerima premi asuransi, untuk memberikan penggantian kepada tertanggung karena kerugian, kerusakan atau kehilangan keuntungan yang diharapkan atau tanggungjawab hukum kepada pihak ketiga yang mungkin akan diderita tertanggung,yang timbul dari suatu peristiwa yang tidak pasti,atau untuk memberikan suatu pembayaran yang didasarkan atas meninggal atau hidupnya seseorang yang dipertanggungjawabkan.
Perjanjian asuransi akan dituangkan di dalam surat perjanjian yang dikenal dengan sebutan polis. Jenis-jenis asuransi dilihat dari segi fungsinya ada 1) asuransi kerugian 2)asuransi jiwa, 3) Reasuransi. Dan dilihat dari segi kepemilikannya ada 1) asuransi milik pemerintah ,2) asuransi milik swasta nasional, 3) asuransi milik perusahaan asing ,4)asuransi campuran.

Contoh Kasus dalam aspek asuransi 
PT Delimuda banding kasus klaim asuransi kapal tongkang

 JAKARTA: PT Delimuda Nusantara mengajukan upaya hukum banding atas putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat terkait dengan perkara pembayaran klaim asuransi kapal tongkang yang hilang akibat pembajakan.”Sudah, kita sudah menyatakan banding [atas putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat],” ujar Evalina, salah satu kuasa hukum PT Delimuda Nusantara, dalam pesan singkat yang diterima Bisnis, kemarin. Evalina menyebutkan upaya hukum banding itu dilakukan karena pihaknya berkeberatan dengan putusan majelis hakim yang hanya memerintahkan PT Asuransi Purna Artanugraha membayar ganti rugi US$428.570 (sekitar Rp3,942 miliar, dengan kurs US$1=Rp9.000), pada PT Delimuda Nusantara. Salah satu poin keberatan pihaknya, kata Evalina, adalah nilai jumlah ganti rugi yang diputuskan majelis hakim yang dipimpin Reno Listowo hanya US$428.570. Sebelumnya, PT Delimuda Nusantara menggugat PT Asuransi Purna Artanugraha di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, karena menuding perusahaan asuransi itu enggan membayar klaim asuransi kapal tongkang yang hilang akibat pembajakan. Dalam gugatannya, PT Delimuda menuntut PT Aspan untuk membayar ganti rugi imateriel Rp17,42 miliar dan imateriel Rp10 miliar. Selain menggugat PT Aspan, PT Delimuda juga menyertakan PT Radita Hutama Internusa–penilai independen–sebagai turut tergugat dalam perkara tersebut.Akan tetapi, dalam putusan yang dibacakan pada 18 Februari 2009, majelis hakim telah memerintahkan PT Asuransi Purna Artanugraha membayar ganti rugi US$428.570 (sekitar Rp3,942 miliar, dengan kurs US$1= Rp9.000), pada PT Delimuda Nusantara. Pasalnya, majelis hakim menyatakan PT Asuransi Purna melakukan perbuatan melawan hukum, terkait dengan perkara gugatan pembayaran klaim asuransi kapal tongkang yang hilang akibat pembajakan. Di lain pihak, kuasa hukum PT Asuransi Purna, Parinsan Siringoringo, juga mengklaim pihaknya telah menyatakan upaya hukum banding atas putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat tersebut. “Hari ini [kemarin] saya menyatakan banding,” ucapnya. Akan tetapi, dia menghormati hak PT Delimuda Nusantara jika perusahaan itu mengajukan upaya hukum banding pula. Parinsan menyebutkan pihaknya mengajukan banding karena keberatan dengan putusan majelis hakim. Pasalnya, dia menilai majelis hakim tidak melihat kerugian yang ditanggung tertanggung sebenarnya. “Dalam perjanjian polis asuransi, kita kan cover kapal bekas. Tetapi mereka [PT Delimuda Nusantara] menuntut kita membayar klaim untuk membeli kapal yang baru,” tuturnya. Hubungan hukum antara kedua pihak berawal ketika tergugat menerbitkan perjanjian asuransi Marine Hull Policy No. 00.61.B.0001.10.03 dengan tertanggung PT Delimuda, pada 2 Oktober 2003. Perjanjian asuransi antara kedua pihak tersebut dilaksanakan kurun waktu 9 Oktober 2003 hingga 8 Oktober 2004, dengan objek pertanggungan berupa kapal tongkang Royal Palma 8. Pada 26 Oktober 2003, kapal tongkang Royal Palma 8 yang ditarik dengan kapal tunda Royal Palma 1 berangkat dari Rengat menuju Tanjung Priok dengan membawa 2.746.710 kg minyak sawit mentah. Dalam perjalanan, kapal tersebut dibajak sekawanan perompak bersenjata. Perompakan terjadi di perairan Tanjung Jabung, Riau. Perompak berhasil membawa kapal tongkang beserta seluruh muatannya. Setelah kejadian tersebut, nakhoda kapal sempat melaporkan perompakan itu pada Kelompok Tugas Keamanan di Laut IV.1 TPI. Pencarian terhadap kapal tongkang pun dilakukan pihak yang berwajib. Akan tetapi, usaha itu tidak membuahkan hasil. Berdasarkan perjanjian polis asuransi setelah adanya laporan, tergugat menunjuk penaksir atau penilai independen guna melakukan investigasi atas hilangnya kapal tongkang dan melakukan perhitungan atas klaim asuransi yang diminta penggugat.

Komentar :
Pada kasus tersebut, sebaiknya kita lebih bijak dalam menanganinya dengan melihat keseluruhan masalah dan faktor – faktor penyebab. Dalam hal ini yang menjadi poin penting yaitu masalah ganti rugi asuransi. Hal ini cukup menyulitkan karena pihak – pihak yang terkait memiliki keterangan menurut versi masing – masing. Banyaknya perbedaan pandangan, sehingga kasus ini cukup sulit dipecahkan apalagi ini menyangkut uang dalam jumlah yang banyak. Dibutuhkan kesabaran dan ketelitian penegak hukum untuk menyelesaikan masalah supaya semua pihak terkait mendapatkan haknya. Dalam kasus PT Delimuda, PT ini menuding PT Aspan tidak bertanggung jawab atas hilangnya kapal tongkang tersebut. Hal ini disebabkan karena PT Aspan hanya membayar Rp 3,942 Milyar yang seharusnya PT Delimuda menuntun Rp. 17,42 Milyar. Pembayaran tersebut menurut PT Aspan sesuai dengan kerugian yang mereka alami. Kapal Tongkang yang hilang tersebut hanya kapal bekas dan PT Aspan hanya mengcover saja, sedangkan PT Delimuda menginginkan ganti rugi kapal yang baru. Sebaiknya diperlukan adalah tergugat menunjuk penaksir atau penilai independen guna melakukan investigasi atas hilangnya kapal tongkang dan melakukan perhitungan atas klaim asuransi yang diminta penggugat.

  1. Aspek Hukum Perbankan
Kata bank berasal dari bahasa italia banca atau uang. Biasanya bank menghasilkan laba dari biaya transaksi atas jasa yang diberikan dan bunga dari pinjaman.Sejarah mencatat asal mula dikenalnya kegiatan perbankan adalah zaman kerajaan tempo dulu di daratan Eropa. Sejarah perbankan di Indonesia tidak terlepas dari zaman penjajahan Belanda seperti Bank De Javasce NV, De Post Poar Bank,dll. Di Indonesia, praktek perbankan sudah tersebar sampai ke pelosok pedesaan. Lembaga keuangan berbentuk bank di Indonesia berupa Bank umum, Bank Perkreditan Rakyat (BPR), Bank Umum Syari’ah dan juga BPR Syari’ah.
Pengertian Bank sesungguhnya telah ditetapkan secara formal seperti disebutkan di dalam peraturan perbankan yaiti Undang-Undang Nomor 10 tahun 199 tentang perbankan , pengertian Bank adalah : Badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak.
Pengertian perbankan adalah :segala sesuatu yang menyangkut tentang bank, mencakup kelembagaan,kegiatan usaha,serta cara dan proses dalam melaksanakan kegiatan usahanya. Sedangkan pengertian hukum perbankan adalah hukum positif yang mengatur segala sesuatu yang menyangkut tentang bank.
Contoh Kasus dalam aspek perbankan
Kasus Bank Century 

Kasus Bank Century menjadi salah satu berita yang paling banyak menyita perhatian masyarakat Indonesia beberapa waktu terakhir, selain pemberitaan terkait pemilihan umum (pemilu), kriminalisasi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), dan mafia hukum. Kasus yang berawal dari keputusan Bank Indonesia (BI) untuk memberikan dana penyertaan modal sementara (PMS) sebesar Rp. 6,7 triliun kepada Bank Century ini telah bergulir lebih dari setahun. Namun hingga kini belum juga menunjukkan tanda-tanda bahwa kasus ini akan segera tuntas. Kasus Bank Century ini dimulai pada sekitar bulan Oktober tahun 2008 lalu. Diawali dengan jatuh temponya sekitar US$ 56 juta surat-surat berharga milik Bank Century dan akhirnya gagal bayar. Bank Century pun menderita kesulitan likuiditas. Akhir Oktober 2008 itu, CAR atau rasio kecukupan modal Bank Century minus 3,53%. Kesulitan likuiditas tersebut berlanjut pada gagalnya atau tidak dapat membayar dana permintaan nasabah oleh Bank Century.BI lalu mengadakan rapat konsultasi dengan Menteri Keuangan (Menkeu), Sri Mulyani yang sedang berada di Amerika Serikat melalui
Pada 20 November 2008, BI mengirimkan surat kepada Menkeu, yang berisikan pemberitahuan penetapan Bank Century sebagai bank gagal berdampak sistemik dan memerlukan penanganan lebih lanjut. BI kemudian mengusulkan dilakukannya langkah penyelamatan oleh Lembaga Penjamin Simpanan (LPS). Malam harinya, Komite Kebijakan Sektor Keuangan (KKSK) yang terdiri dari BI, Menkeu, dan LPS mengadakan pertemuan membahas permasalahan Bank Century. Dalam rapat tersebut, BI mengumumkan CAR Bank Century mengalami minus hingga 3,52 persen. Maka diputuskanlah untuk menaikkan CAR menjadi 8 persen dengan menambah kebutuhan modal sebesar Rp. 632 miliar. Dari rapat itu juga akhirnya Bank Century diserahkan kepada LPS. Setelahnya, keluar keputusan untuk mencekal Robert Tantular, seorang pemegang saham Bank Century serta ketujuh pengurus lainnya, yaitu Sualiaman AB (Komisaris Utama), Poerwanto Kamajadi (Komisaris), Rusli Prakarta (Komisaris), Hermanus Hasan Muslim (Direktur Utama), Lila K Gondokusumo (Direktur Pemasaran), dan Edward M Situmorang (Direktur Kepatuhan). Pada 23 November 2008, LPS memutuskan untuk memberikan dana untuk memenuhi tingkat kesehatan Bank Century pada awal Desember. Awal Desember itulah, ribuan investor Antaboga mulai mengajukan tuntutan terhadap penggelapan dana investasi senilai Rp. 1,38 T yang ditengarai mengalir kepada Robert Tantular. Di akhir tahun 2008, Bank Century dilaporkan mengalami kerugian sebesar Rp. 7,8 T selama tahun 2008. Februari 2009, LPS kembali memberikan bantuan dana sebesar Rp. 1,5 T. Akhirnya pada Mei 2009 Bank Century keluar dari pengawasan khusus BI. Pada bulan Juli 2009, Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) mulai menggugat biaya penyelamatan Bank Century yang dianggap terlalu besar. Namun pada bulan yang sama, LPS masih memberikan suntikan dana Rp. 630 Miliar. Agustus 2009, DPR memanggil Menkeu, BI, dan LPS untuk meminta penjelasan perihal pembengkakan suntikan modal hingga Rp. 6,7 T, padahal Namun, hingga kini, kasusnya belum juga tuntas. Poin penting dalam kasus pengucuran dana talangan pada Bank Century tersebut adalah mengapa walaupun rapat paripurna DPR mengatakan tidak ada pengucuran dana, namun pemerintah saat itu tetap saja mengucurkan aliran dana segar ke Bank Century.
Hal inilah yang akhirnya menggugah sebagian anggota DPR yang menamakan dirinya sebagai tim sembilan berinisiatif untuk mempelopori pengajuan hak angket kasus Bank Century ini.
1Tim sembilan ini terdiri dari Maruarar Sirait dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), Ahmad Muzani dari Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra), Andi Rahmat dan Mukhamad Misbakhun dari Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Lili Wahid dari Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Chandra Tirta Wijaya dari Partai Amanat Nasional (PAN), Kurdi Mukhtar dari Partai Persatuan Pembangunan (PPP), dan Bambang Soesatyo dari Partai Golongan Karya (Golkar), serta Akbar Faisal dari Partai Hati Nurani Rakyat (Hanura).
Republik Indonesia, Susilo Bambang Yudhoyono. SBY menyatakan bahwa kasus Bank Century ini harus dibuka selebar-lebarnya hingga terang benderang. Laporan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) yang diserahkan kepada DPR menjadi salah satu acuan kerja pansus. Dalam laporannya tersebut, BPK menemukan adanya rekayasa akuntansi yang dilakukan manajemen Bank Century agar laporan keuangan bank tetap menunjukkan kecukupan modal. Hal tersebut dibiarkan begitu saja oleh Bank Indonesia (BI) sebagai pengawas bank, dengan alasan bahwa pemegang saham telah berkomitmen menjual SSB bermasalah serta membuat skema penyelesaian. Namun, komitmen skema penyelesaian tersebut tidak pernah dilaksanakan oleh pemegang saham pengendali Bank Century. Selama masa kerja pansus selama beberapa bulan, pansus telah memanggil semua pihak yang terkait dengan kasus Bank Century ini. Mulai dari manajemen Bank Century, KKSK, Menteri Keuangan, Gubernur BI bersama jajarannya, LPS, BPK, PPATK, pemilik saham, dan nasabah Bank Century, serta pihak-pihak lain yang terkait, termasuk Jusuf Kalla, Wakil Setelah masa kerja pansus berakhir, kasus ini belum juga menunjukkan ujungnya. Pansus terkesan hanya menjadi arena drama politik.
Silang pendapat bermunculan. Perdebatan memanas tentang apakah keputusan pemberian PMS tersebut tepat atau tidak, mengapa sampai terjadi,bahkan, sampai muncul dugaan dari beberapa pihak bahwa ada sebagian dana dari Rp. 6,7 T yang mengalir kepada partai dan caprescawapres . Kasus ini masuh memanas sampai sekarang.
Baik kebijakan maupun pelaksanaan pada proses pemberian dana talangan kepada Bank Century ini semuanya adalah salah. Rapat paripurna DPR RI ini diwarnai juga dengan aksi demonstrasi oleh berbagai elemen massa yang ingin mengawal rapat paripurna agar menghasilkan keputusan yang sesuai dengan apa yang diharapkan rakyat. Demonstrasi berlangsung serentak di depan gedung DPR serta di berbagai kota lain seperti Makassar, Yogyakarta, Bandung, dan lainnya.
Satu hari pasca paripurna, Presiden SBY berpidato di Istana menanggapi hasil paripurna DPR. Dalam pidatonya, SBY kembali menegaskan pembelaannya terhadap kebijakan dan kepada Boediono dan Sri Mulyani. SBY menyebut bahwa kebijakan tersebut sudah tepat dan bahkan mengatakan bahwa Boediono dan Sri Mulyani adalah pihak yang berjasa menyelamatkan perekonomian Indonesia. Pidato SBY tersebut seakan menafikan hasil Rapat Paripurna DPR RI. Satu babak drama kasus Bank Century telah selesai. Namun, bukan berarti selesai begitu saja. Apa yang diputuskan oleh rapat paripurna DPR tentu membawa konsekuensi-konsekuensi tertentu.
Perkembangan kasus Bank Century ini dari waktu ke waktu tidak terlepas dari peranan media yang selalu memberikan pantauan dan laporan perkembangan kasus tersebut. Terlebih, rapat pansus seringkali dilaksanakan secara terbuka. Melalui media juga, masyarakat akhirnya mengetahui seluk beluk kasus ini, yang sebelumnya tidak terungkap ke publik. Dalam memberitakan kasus ini, setiap media memiliki ciri khas dan perbedaan masing-masing. Secara tidak langsung, dapat dikatakan, tiap media.
Bank Century ini ada permasalahan besar yang ditutupi, yang berujung pada dugaan adanya indikasi keterlibatan pihak Istana (SBYBoediono).
Contoh pemberitaan di harian Media Indonesia
...Masih banyak misteri yang melingkupi kasus penyelamatan Bank Century. Karena itu, audit investigasi BPK harus dilakukan dengan tuntas. Jangan sampai ada penumpang gelap yang bermain dengan mengatasnamakan penyelamatan ekonomi nasional. Ia mengatakan dalam kasus itu terjadi malapraktik perbankan.

Langkah Penyelesaian
Agar energi bangsa ini tidak keburu habis tersedot, maka kasus Bank Century harus segera dituntaskan. Maksudnya “dituntaskan” dalam hal ini adalah diselesaikan secara hukum.Untuk itu, saya ingin mengusulkan beberapa langkah yang perlu diambil oleh pihak berwenang, dan termasuk kita semua.
Langkah-1: Lupakan Pansus Bank Century. DPR pasti akan terus menekan KPK untuk ‘menindaklanjuti’ rekomendasinya, tetapi KPK tidak perlu merasa tertekan karenanya. DPR sendiri sudah menyatakan bahwa proses politik selesai, dan sekarang masuk ke ranah hukumJadi ya santai saja, dalam arti fokus ke upaya mencari fakta-fakta hukum.Kalau dengan hanya berpegang pada fakta hukum itu DPR menjadi tidak puas, dan kemudian melakukan langkah-langkah yang merugikan KPK secara kelembagaan, percayalah bahwa rakyat tidak akan membiarkannya.
Langkah-2:Kembali ke Pokok Masalah.Kita jangan lupa, bahwa ada dua aspek persoalan terkait Bank century .Pertama, dugaan kejahatan perbankan (oleh pemilik lama BC), dan itu sudah dan sedang ditangani, jadi jangan dipersoalkan lagi.Kedua, ini sebenarnya yang jadi ramai, adanya dugaan aliran dana talangan (bail out) dari BC ke parpol dan/atau orang parpol.KPK harus mulai dari sini, yaitu melihat dan membuktikan bahwa memang ada yang tidak benar dalam aliran dana talangan Bank Century seperti yang dituduhkan dulu.Kalau tidak ada, selesai, dalam arti hanya ada aspek kejahatan perbankan, dan itu bukan kewenangan KPK.Kalau benar bahwa ada aliran dana yang tidak benar, baru KPK menyelidiki, apakah ada indikasi hal itu terjadi ‘by design’, artinya disengaja oleh para pengambil keputusan bail out Bank century. Kalau indikasi itu ada, seret para pengambil keputusan itu dan pihak terkait lainnya ke pengadilan tipikor.Kalau tidak ada indikasi, ya hentikan proses hukumnya.
Langkah-3: Jangan Terjebak pada Perdebatan Akademis tentang Bail Out.Kalau yang dipersoalkan adalah apakah keputusan bail out BC itu benar atau salah, percayalah, bahwa kita tidak akan pernah sampai pada sebuah kesimpulan yang solid. Selalu akan kita temui argumentasi akademis yang membela atau menyalahkan bail out. Dan itu tidak ada hubungannya dengan jumlah ‘ekonom’ yang kita mintai pendapat, hasilnya akan sama: ada yang setuju, ada yang tidak setuju. Itu mirip dengan perdebatan tiada henti tentang ‘mekanisme pasar’ vs ‘intervensi pemerintah’.
Langkah-4: Pak Boediono,Bu Sri Mulyani, Anggota DPR, Jangan Merasa Bener Sendiri. Anggota DPR perlu agak rendah hati, dengan terlalu cepat membuat kesimpulan bahwa seseorang bersalah (secara hukum) sebelum proses hukum selesai.Pak Boed dan Bu Ani juga, jangan membuat pernyataan yang kesannya ‘tidak mau tahu’ terhadap kemungkinan penyelewengan yang muncul akibat keputusan yang Bapak/Ibu buat dengan menyatakan bahwa “mereka itu kan ‘free rider’ yang selalu ada dalam setiap kebijakan”. Free rider sih free rider, tetapi jangan naif, bahwa memang ada beberapa kebijakan yang kelihatannya sengaja dibuat untuk menciptakan ‘free rider’ tertentu yang punya lobby kuat. Mestinya Bapak/ibu bersikap kritis terhadap keputusan sendiri, termasuk tidak menutup-nutupi kemungkinan adanya kesengajaan pihak tertentu untuk memberikan informasi yang salah. Dan kalau ternyata memang ada pihak-pihak yang mengambil keuntungan secara tidak sah dari keputusan Bapak/Ibu, karena dana yang digunakan adalah uang negara meskipun Bapak/Ibu mungkin tidak terlibat langsung, sebaiknya Bapak/Ibu minta maaf kepada publik.

Langkah-5: Pak SBY, Bicaralah. Kalau langkah-langkah diatas disepakati, sebagai penanggung jawab tertinggi pemerintahan, SBY mestinya menjelaskan kepada rakyat tentang proses yang sedang dan akan berjalan. Jadi rakyat akan tahu pada titik mana kasus Bank Century itu akan berujung, bukan dari sisi waktu, tapi dari sisi substansi permasalahannya.
Langkah-6: Kita Semua, Mari Tidak Terjebak Agenda Para Politisi.Empat tahun lagi (2014) aakan ada pemilu. SBY sudah tidak mungkin maju lagi.Implikasinya, pertarungan dianggap akan lebih ’seimbang’, karena berkurangnya ‘faktor SBY’, khususnya dalam pemilihan presiden. Bagi para politisi, penting bagi mereka untuk terus-menerus ‘menampakkan diri’ pada calon pemilih. Berbagai cara ditempuh, dari yang elegan sampai yang ‘norak’.Tapi bagi kita, atau sebagian besar di antara kita, yang bukan politisi, kita tidak punya kepentingan itu, jadi ya tidak perlu terbawa oleh ‘alunan musik’ para politisi itu..
Pada intinya, kunci penuntasan masalah Bank Century adalah menyederhanakan masalah agar tetap fokus pada pokok persoalan, dan melokalisir masalah agar tidak merembet ke hal-hal lain yang cuma bikin ‘ramai’ tapi tidak membantu menyelesaikan.Kesemuanya dilakukan, sekali lagi, agar kehidupan kita sebagai bangsa tidak terus-menerus ‘terdominasi’ oleh hiruk-pikuk persoalan politik, khususnya Bank Century. Supaya kita bisa mencurahkan perhatian dan energi kita pada hal-hal lain yang tidak kalah pentingnya, bahkan dalam banyak kasus: lebih penting.
Karena ini bukan permainan catur, yang kalau sudah tiga kali langkah bolak-balik, diputuskan remisi dan permainan selesai…
Sumber :
http://tehfira.blogspot.com/2010/03/makalah-kasus-bank-century.html
2009, 25 November. Kasus Century bukan Karena Krisis, Murni Kriminal. Pikiran rakyat [Surat Kabar], halaman 22.

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar