Sabtu, 09 April 2011

Kebijakan Fiskal Dalam Ekonomi Islam


Ekonomi neoklasik mempercayakan , bahwa kebijakan public biasanya didasarkan pada kemampuan pemerintah dalam menarik pajak dan memacu tarif pada subsidi asing. Dalam bahasa ekonomi yang termasuk sebagai kebijakan publik. Salah satunya berupa kebijakan fiskal.Sehingga kebijakan fiskal dalam bahasa ekonomi konvensional dipandang sebagai instrumen manajemen permintaan yang berusaha mempengaruhi tingkat aktivitas ekonomi melalui pengendalian pajak dan pengeluaran pemerintah.
Kebijakan fiskal dikenal dengan keuangan publik , merupakan suatu kebijakan yang berkaitan dengan ketentuan, pemeliharaan, dan pembayaran dari sumber-sumber yang dibutuhkan untuk memenuhi fungsi-fungsi publik dan pemerintahan. Penghasilan dan pembiayaan otoritas publik dan administrasi keuangan.
Di dalam sejarah islam , keuangan publik berkembang bersamaan dengan pengembangan masyarakat muslim dan pembentukan negara islam oleh Rasulullah SAW, kemudian diteruskan oleh para sahabat.
Tujuan didirikannya suatu negara , menurut Islam ditujukan untuk merealisasikan tujuan negara, diantaranya : 1. Menegakkan ajaran Islam pada seluruh tingkat atau aspek di dalam suatu negara dan umat dari musuh. 2 membantu mancapai tingkat pertumbuhan ekonomi nasional yang lebih tinggi dan pembangunan ekonomi menuju tercapainya kesejahteraan masyarakat, yang mencakup menjamin kesejahteraan dengan memenuhi kebutuhan dasar , memicu peran lembaga hisbah 3. Sebagai akibat dan tujuan kebijakan kedua maka pemanfaatan secara optimum sumber daya, baik manusia maupun material perlu dilakukan 4. Menciptakan lingkungan ekonmoi memberikan peluang berjalannya aktivitas ekonomi yang berjalan baik dan fungsional? 
 
Manajemen Moneter : Kasus Indonesia
Dapatkah manajemen moneter syari’ah diterapkan di Indonesia?
Inilah pertanyaan yang akan dijawab dalam tulisan ini, Seiring dengan adanya perubahan peraturan perundangan yang berkaitan dengan sistem perbankan Indonesia , yaitu adanya UU No. 10 Tahun 1998 Dan UU No. 23 Tahun 1999 adalah bukti dimungkinkannya penerapan manajemen syari’ah atau islami. Sebagaimana diketahui , dengan adanya UU No. 23 Tahun 1999 khususnya pada 11, Bank Indonesia sebagai bank sentral diamanahkan untuk menyiapkan ketentuan-ketentuan yang berkaitan dengan pembiayaan dengan prinsip syari’ah kepada bank/cabang syari’ah yang mengalami kesulitan likuiditas.
Manajemen Moneter Syari’ah dimungkinkan akan diterapkan diIndonesia karena berdasarkan UU No.10 Tahun 1998 perbankan dapat berusaha berdasarkan prinsip syari’ah dan berdasarkan prinsip UU No.23 Tahun 1999 bank Indonesia dapat melaksanakan kebijakan moneter berdasarkan prinsip syari’ah
Peraturan perbankan Syari’ah yang dikeluarkan tahun 1998 telah memungkinkan perkembangan sistem perbankan syari’ah secara tepat. Perkembangannya ditunjukkan dengan semakin banyak bank syari’ah , baik yang didirikan langsung ataupun melakukan konversi dari bank konvensional. Hal ini menuntut Bank Indonesia sebagai bank sentral untuk lebih menaruh perhatian dan lebih hati-hati dalam menjalankan fungsinya dalam mengawasi bank-bank umum di bawah pengawasannya, agar tidak mengganggu pertumbuhan bank syari’ah. Seiring dengan ini Bank Indonesia sebagai bank sentral telah mengeluarkan informasi tentang peraturan Bank Indonesia bagi Bank umum berdasarkan prinsip Bagi Hasil, yaitu tentang Giro Wajib Minimum, Kliring, Pasar Uang Antar-Bank berdasarkan prinsip syari’ah dan sertifikat Wadia’ah Bank Indonesia. Inilah menjadi Instrumen moneter Bank sentral.
Giro Wajib Minimum (GWM) biasanya juga dinamakan sebagai Statutory resrve requirement adalah simpanan minimum bank-bank umum dalam bentuk giro di BI yang besarnya ditetapkan BI berdasarkan presentase tertentu dari dana pihak ketiga. GWM adalah kewajiban bank dalam rangka mendukung pelaksanaan prinsip kehati-hatian perbankan serta juga mempunyai peran sebagai instrument moneter yang berfungsi mengendalikan jumlah peredaran uang.Dalam pelaksanaannya GWM ini besarnya 5 % dari dana pihak ketiga yang berbentuk IDR dan 3% dari dana pihak ke tiga yang terbentuk mata uang asing.
Kliring .Sebagaimana dimaklumi kantor pusat bank syari’ah dan kantor cabangnya wajib memilki rekening giro pada kantor Pusat Bank Indonesia . bank umum syari’ah akan dikenai peraturan kliring , dengan mengikuti peraturan syari’ah. Ketentuan yang berlaku bagi bank berdasarkan prinsip syari’ah antara lain meliputi ukuran besarnya sanksi bagi pelanggararn saldo giro negatif . Pengertian Saldo giro negatif di perbankan Indonesia perlu penyesuaian mengenai definisi saldo giro negatif pada bank konvensional atau bank syari’ah secara murni 

Nama  : Awika Bahani
Kelas  : 1EB11
NPM  : 21210236 





Tidak ada komentar:

Posting Komentar