Minggu, 21 November 2010

draamaaa







Nama : Awika Bahani











Sebuah Kebahagiaan


Kring…kring. Jam weker yang berwarna biru lusuh dan kotor itu berbunyi nyaring ke telingaku. Kubuka mata yang terpejam dan kulepaskan selimut yang menyelimutiku. Walau dingin mulai terasa, aku harus bangun. Kulihat jam weker menunjukan pukul 04.45 pagi.

Mentari :” Alhamdullillah… sudah pagi !” Udaranya sejuk sekali dan langitnya
indah sekali bernuansa surgawi. ( membuka jendela kamar sambil
merasakan angin pagi mengalir sejuk )
Ibu :” Tar…Tari, bangun !” shalat subuh ! ( mengetuk pintu kamar Tari )
Mentari :” Iya bu. Tari sudah bangun, sebentar lagi Tari shalat.”
Ibu :” Kita sholat berjamaah, Ibu tunggu di ruang shalat.”
Mentari :” Baik, bu.”

Mereka sekeluarga shalat berjamaah. Mereka memulai hari ini dengan kebaikan. Setelah itu, mereka bersiap untuk beraktivitas.

Ibu :” Hari ini Ibu mau membuat Pisang goreng dan bakwan untuk dijual di pasar.
Mentari :” Kalau begitu sebelum Tari pergi sekolah dan setelah pulang Tari akan
membantu Ibu berjualan.”
Ibu :” Tidak usah, nanti kamu tidak konsentrasi belajarnya sedikit lagi akan
dilaksanankan UAS.”
Mentari :” Tidak apa – apa. Aku hanya ingin membantu Ibu.
Ibu :” Tidak usah, nak.” Nanti kamu kecapaian.”
Mentari :” Tolonglah bu…
Ibu :” Baiklah, tetapi kamu membantu Ibu saat pulang dari sekolah saja.
Mentari :” Baik bu.” ( berbisik dalam hati untuk berusaha untuk membantu
memenuhi kebutuhan keluarganya dengan semangat )
Ibu :” Segera kamu siap – siap untuk pergi ke sekolah.
Mentari :” Baik bu, ini adonannya sudah jadi.”
Ibu :” Terima kasih Tari.” ( Membuat sarapan sambil membuat adonan kue )

Ibu telah menyiapkan sarapan untuk mereka sekeluarga dengan makanan yang sederhana.

Ibu :” Pelangi, ayo kita sarapan !”
Pelangi :” Baik, bu.” Aku segera keluar kamar.”


Mereka bertiga berbincang- bincang kecil untuk menunggu Pelangi.
Mereka menunggu Pelangi untuk sarapan bersama.

Bapak :” Tari, setelah kamu keluar dari SMA kamu ingin menjadi apa ?
Ibu :” Nak, jadilah orang yang besar yang dapat berguna untuk orang
banyak. Jangan seperti Ibu dan bapakmu ini.’
Bapak :” Iya nak, jangan hanya seperti Bapak yang menjadi tukang panggul
di pasar.” Raih cita – citamu setinggi – tingginya.”
Mentari :” Baik Bapak dan Ibu, Tari akan berusaha keras untuk bisa menjadi
orang yang sukses.”
Bapak :” Bapak akan selalu mendukung kamu, nak.” Walaupun keadaan kita
Sekarang jauh dari kata sempurna.”
Ibu :” Ibu juga akan selalu mendoakanmu, semoga dengan apa yang kita
miliki sekarang dapat meningkatkan rasa bersyukur kita.”
Mentari :” Terima kasih atas nasihatnya, semoga ini menjadi dorongan Tari
untuk lebih maju.”
Pelangi :” Maaf…maaf semuanya, pasti kalian sudah menunggu lama ?
Mentari :” Tidak apa – apa kok, ayo kita sarapan !”

Saat itu pukul sudah menunjukkan pukul 06.10. Mentari dan Pelangi bersiap -
Siap untuk pergi ke sekolah.

Mentari :” Ibu, Tari dan Pelangi berangkat sekolah dahulu ya…
Ibu :” Hati – hati di jalan , nak.”
Mentari :” Iya bu, “ Pelangi ayo kita berangkat !” ( menuntun sepeda tuanya )

Di perjalanan Mentari dan adiknya bernyanyi – nyanyi kecil. Di perjalanan desa belum terdengar suara bising kendaraan. Mereka mangayuh sepedanya dengan perlahan.

Mentari :” Aku akhirnya boleh membantu Ibu untuk menambah penghasilan.
Pelangi :” Maksud kakak ?”
Mentari :” Kakak sepulang sekolah ingin berjualan gorengan di pasar.”
Pelangi :” Apakah aku boleh ikut ?”
Mentari :” Memangnya kamu benar – benar ingin membantu kakak ?”
Pelangi :” Benar, aku ingin membantu Ibu.”
Mentari :” Bagaimana ya ?”( berpikir sejenak )
Pelangi :” Boleh, kak?”
Mentari :” Baiklah.” Tetapi hanya sebentar saja.”



Mentari menuju sekolahnya dengan mengayuh sepedanya dengan penuh semangat . Sesampainya di sekolah….

Mentari :” Akhirnya kita sampai juga.” ( menaruh sepeda )
Rini :” Pagi Tari !”
Mentari :” Eh kamu Rin, Pagi juga.” Tumben kamu berangkat sepagi ini, ada
apa ?”
Rini :” Hari ini ada ulangan matematika pada jam pertama, jadi aku ingin
belajar bersama denganmu.”
Pelangi :” Maaf kak, langi masuk kelas dahulu ya..”
Mentari :” iya, nanti pulang sekolah kakak tunggu ya..
Pelangi :” Baik, kak.”
Rini :” Memangnya kalian setelah pulang sekolah mau kemana ?” Mau
jalan – jalan ?” ( berjalan menuju kelas )
Mentari :” Tidak, kami setelah pulang sekolah akan membantu Ibu berjualan
di pasar.”
Rini :” Wah, hebat !” kamu memang kakak yang pantas untuk dicontoh.”
Apakah adikmu juga ikut berjualan ?
Mentari :” Iya, memang ada apa?”
Rini :” Tidak apa – apa, aku hanya salut pada pelangi, masih duduk di
bangku SMP kelas 1 punya tekad membantu Ibunya.”
Mentari :” Kamu ada – ada saja, ayo kita belajar matematika saja.”
Rini :” Oh iya, aku hampir lupa.”

Rini dan Mentari mulai belajar matematika. Mentari mengajarkan Rini soal – soal yang tidak bisa dia jawab. Tidak lama kemudian Bel berbunyi.
Kring…kring…kring.

Mentari :” Kamu sudah siap untuk ulangan matematika sekarang ?”
Rini :” Insya Allah aku bisa, tadi kan aku sudah belajar denganmu.”
Mentari :” Semoga kita dapat nilai yang bagus.”
Rini :” Amin…
Bu Heni :” Selamat Pagi anak – anak.”
Semua :” Selamat pagi, bu.”
Bu Heni :” Hari ini kita akan melaksanakan ulangan matematika, keluarkan
kertas selembar dan semua buku yang di atas meja dimasukkan !

Ulangan telah berlangsung…

Mentari :” Bagaimana ulangannya ?”
Rini :” Bagaimana ya ?” tadi ada 2 nomor soal yang aku tidak bisa jawab.
Mentari :” Sudah Tidak apa – apa, mungkin kalau kita belajar lebih giat lagi,
pasti hasilnya akan lebih baik.”
Rini :” Kalau Menurutmu ?
Mentari :” Kalau menurutku tidak terlalu sulit, karena soal yang tadi malam aku kerjakan sama dengan soal yang tadi.”
Rini :” Wah hebat !” Lain kali aku akan belajar lebih giat seperti kamu..
Mentari :” Kamu bisa saja deh.”

Waktu bergulir cepat, detik menjadi menit , menit bergulir menjadi jam…
Tak terasa sebentar lagi bel pulang berbunyi. Ibu Yanti selaku wali kelas dari kelas ipa ini, menanyakan mengenai perpisahan di Jakarta.

Suasana berubah menjadi gaduh
Mentari :” Rin, apakah kamu nanti saat perpisahan ikut ke Jakarta ?”
Rini :” Sepertinya aku ikut, soalnya ayah dan bundaku mengizinkan aku.
Apakah kamu boleh ?”
Mentari :” Aku ingin sekali ikut, tetapi rasanya mustahil karena …..
Rini :” Karena apa ?”
Mentari :” Pasti kamu tau ! kebutuhan hidup saat ini meningkat, mungkin
saat ini kita harus bisa membagi kebutuhan, bagiku uang
Rp.500.000,00 sangat berharga bagi hidupku. Aku bisa memakai
uang itu untuk biaya kuliahku.”
Rini :” Maaf aku tidak bermaksud untuk…
Mentari :” Tidak apa – apa, yang terpenting sekarang adalah masa depanku,
karena dengan aku bisa sukses dan bekerja, aku bisa pergi ke
Jakarta dilain waktu.”
Rini :” Baiklah, kamu memang sahabat terbaikku..

Kring…kring…kring. Bel pulang berbunyi. Semua murid keluar dari kelas.
Tak ada yang mengeluh saat bel berbunyi.

Linda :” Aku duluan Mentari….
Mentari :” Iya, hati – hati di jalan.”
Rini :” Tari, kamu sedang menunggu Pelangi ?”
Mentari :” Iya, kamu juga sudah mau pulang ?”
Rini :” Iya, aku duluan ya… “ salam untuk ayah dan ibumu.”
Mentari :” baiklah, hati – hati di jalan.”
Pelangi :” Kak, sudah menunggu lama ? Maaf aku baru datang.”
Mentari :” Sudah tidak apa – apa, ayo kita pulang ! ibu pasti menunggu kita.”
Pelangi :” baik.” ( ingin segera sampai rumah )

Mentari mengayuh sepeda tuanya , melewati rumput ilalang dan hijaunya sawah yang terhampar luas.

Pelangi :” Kak, aku haus sekali.” Boleh aku beli minum dahulu di warung itu?
Mentari :” Sebentar lagi kita sampai rumah, tahan sebentar lah.” Hemat
sedikit tidak apa – apa kan ?”
Pelangi :” Benar juga, dibanding aku beli minum , lebih baik aku tabung
untuk biaya sekolahku. Lagi pula jarak rumah kita sudah dekat.”

Mereka sampai di rumah, bergegas untuk menjual dagangan ke pasar.

Mentari :” Assalammu’alaikum.”
Ibu :” Wa’alaikumsalam.” Kalian sudah datang, ayo cepat masuk.
Ibu sudah siapkan makanan di meja.”
Pelangi :” Kami langsung berjualan ke pasar saja, biar cepat dan para
pembelinya juga masih banyak.
Mentari :” Iya bu, lagi pula kita juga masih belum lapar ( Padahal sangat
lapar, tetapi nasinya hanya cukup satu piring )
Ibu :” Kalau begitu kalian bawa air minum saja, dan nanti kalau sudah
lapar kalian cepat pulang.”
Mentari &
Pelangi :” Baik, bu .” ( pergi menuju pasar )

Setibanya mereka di pasar…

Pelangi :” Ayo bu, kuenya…. Enak dan bergizi.”
Mentari :” Ada pisang goreng, bakwan jagung, singkong goreng….
Masih hangat.”
Linda :” Tari…! Kamu disini berjualan apa? Sepertinya enak ya ?”
Mentari :” Aku berjualan gorengan .”
Linda :” Aku beli pisang gorengnya 3 buah sama bakwannya 2 buah ya…
Pelangi :” Ini semuanya jadi Rp.2.500,00
Linda :” Ini uangnya, Tari ini adikmu ?”
Mentari :” Iya, dia adikku yang masih duduk di kelas 1 SMP.”
Pelangi :” Maaf ini kembalinya.”
Linda :” Sudah ambil saja, untuk tambah uang jajan.”
Pelangi :” Tidak usah.”
Linda ;” Sudah ambil !” Tidak usah malu.” Aku permisi dahulu ya..”
Mentari :” Terima kasih.”

Dua jam waktu telah berlalu , semua dagangan telah habis terjual. Mereka pulang dengan hati gembira.

Pelangi :” Ibu, kami pulang .”
Ibu :” Kalian sudah pulang, Mana kakakmu ?”
Pelangi :” Tadi dia mampir ke toko buku di dekat pasar, dan pulangnya
bareng dengan Bapak.”
Ibu :” Apa tidak terlalu sore ?” Bapak pulangnya lewat dari jam 5 sore
Pelangi :” Mungkin kakak bantu Bapak di sana.”
Ibu :” Ya ampun , itu anak tidak lelah sam sekali , andai hari ini ibu tidak
sakit pasti ibu tidak akan memperbolehkan kakakmu lama –
lama di pasar.”
Pelangi :” Sudah bu, jangan bilang begitu.” Mungkin ini memang sudah
rencana Sang Pencipta.”
Ibu :” Ya sudah kalau begitu , Ibu buatkan teh hangat dahulu.”
Pelangi :” Terima kasih, bu.”
Ibu :” Ini tehnya, minumlah selagi masih hangat.” Sebentar lagi di
samping rumah kita akan di tempati oleh seseorang.”
Pelangi :” Apakah rumah yang paling besar di daerah lingkungan ini?”
Ibu :” Benar, seorang bapak kemarin datang kesini menanyakan tentang
rumah itu.”
Pelangi :” Asyik, berarti kita akan mempunyai tetangga baru.”
Ibu :” Maka dari itu, kita harus bisa menjaga sikap agar bapak itu betah
Tinggal di sini.”
Pelangi :” Baik, bu.”Nanti biar aku yang beri tau kepada kak Mentari.”
Ibu :” Sekarang kamu mandi, karena bapak dan Mentari pasti akan
segera datang.”
Pelangi :” Ok.”

Beberapa saat kemudian , Mentari dan Bapak Pulang ke rumah

Bapak :” Ibu,…!
Ibu :” Bapak, ayo masuk sebentar lagi akan turun hujan.”
Mentari :” Maaf Tari pulangnya telat, tadi Tari mampir ke toko buku ,”
Ibu :” Iya , tidak apa – apa. Ini Ibu sudah siapkan teh dan roti,”
Mentari :” Hari ini dagangan kita laku, ini uangnya.”
Ibu :” Alhamdulillah, apa kamu sudah jadi membeli buku matematika
untuk bahan UAS?”
Mentari :” Tidak usah ,bu.” Uangnya untuk yang lain saja, mungkin untuk
berobat Ibu.”
Ibu :” Ibu sudah sembuh, ini bagian hasil untukmu.”
Mentari :”terima kasih , bu.” Tari mau mandi dahulu ya…

Setelah itu, Mentari masuk ke kamarnya untuk menyiapkan buku pelajarannya besok. Dia bersiap-siap untuk Shalat Maghrib.”

Di dalam kamar
Pelangi :” Kak, apakah kakak sudah tau bahwa kita akan mempunyai
tetangga baru ?”

Mentari :” Tetangga baru ?” memangnya akan ada orang yang akan
menempati samping rumah kita?” padahal harga rumah itu mahal
sekali.”
Pelangi :” Benar, kak.” Kemarin pembeli rumah itu datang ke sini.”
Mentari :” Beruntung sekali orang itu.”
Pelangi :” Maksud kakak?”
Mentari :” Sudahlah, ayo kita shalat maghrib !”

Seusai Shalat Mentari menanyakan kembali mengenai tetangga barunya kepada ibunya di teras rumahnya

Mentari :” Bu, apakah benar kita akan mempunyai tetangga baru ?”
Ibu :” Iya, mereka kemarin ke sini memberi tau ibu.”
Mentari :” Pasti mereka akan betah tinggal di rumah itu.”
Ibu :” Pasti.” Bagaimana hari ini di sekolah ?”
Mentari :” Biasa saja, hanya membahas sedikit tentang perpisahan.”
Ibu :” Perpisahan yang akan diadakan di Jakarta itu ?”
Mentari :” Iya, bu.”
Ibu :” Maaf, nak.” Sampai hari ini Ibu belum bisa memberikan kamu
Uang untuk biaya ke Jakarta.”
Mentari :” Tidak apa – apa, Tari mengerti, bu.”
Ibu :” Besok tetangga baru kita akan tiba, dan anaknya akan bersekolah
di sini.
Mentari :” Anaknya ?” memangnya bapak itu sudah berkeluarga ?”
Ibu :” Sudah, dia mempunyai seorang anak laki – laki. Usianya kalau tidak salah seumur denganmu.”
Mentari :” Oh, aku kira dia belum mempunyai anak.”
Ibu :” Ayo, kita masuk !” sudah mulai banyak nyamuk.”

Mentari dan ibu masuk ke dalam rumah. Tidak lama kemudian ada seseorang datang ke rumahnya.

Pak Toni :” Permisi, assalammu’alaikum.”
Bapak :” wa’alaikumsalam.” Mari silakan masuk.”
Tiba – tiba ibu keluar dari kamar.
Ibu :” Pak Toni, ayo silakan duduk !” ada apa malam – malam ke sini ?”
Pak Toni :” Saya kesini mau menanyakan kepada putri ibu yang seumur
dengan anak saya mengenai sekolah barunya.”
Bapak :” Oh… si Mentari, sebentar biar saya panggilkan dahulu.”
Ibu :” Memangnya ada apa ya ?” apakah anak bapak juga ingin
bersekolah bersama anak saya ?”


Mentari datang menemui Bapak Toni.

Mentari :” Permisi…” maaf ada apa ya ?”
Ibu :” Tari ini Bapak Toni , tetangga baru kita.”
Mentari :” Malam, pak.”
Pak Toni :” Malam juga…” maaf mengganggu, saya ke sini mau menanyakan
sekolah baru Yoga.”
Mentari :” Yoga ?” apakah itu putra bapak ?”
Ibu :” Sebentar saya tinggal dahulu, saya buatkan minum.”
Pak Toni :” Iya, terima kasih.”, dia akan bersekolah besok tetapi saya belum
hafal dengan jalan menuju sekolahnya.”
Mentari :” Begitu, Memang putra bapak bersekolah di mana?”
Pak Toni :” Anak saya bersekolah sama dengan kamu.’
Mentari :” Kalau begitu, besok saat saya mau berangkat ke sekolah, saya
mampir dahulu ke rumah bapak.”
Pak Toni :” Boleh, terima kasih sebelumnya.”
Mentari :” Sama – sama.”
Ibu :” Ini minumnya, silakan diminum.” Maaf hanya ada teh hangat.”
Pak Toni :” Tidak apa – apa.”
Mentari :” Ibu, besok Tari sebelum pergi ke sekolah mampir ke rumah Pak
Toni dahulu, untuk mengantar anaknya ke sekolah.”
Pak Toni :” Maaf merepotkan.”
Ibu :” Iya, tidak apa – apa.”
Pak Toni :” Sudah malam, saya permisi untuk pulang.”
Ibu :” Kok hanya sebentar ?”
Pak Toni :” Iya, saya harus bantu Yoga menyiapkan alat – alat untuk besok
yang akan kami bawa ke sini.”
Ibu :” Begitu, hati – hati di jalan salam untuk keluarga.”
Pak Toni :” iya, nanti saya sampaikan.” Terima kasih banyak sebelumnya.”
salam untuk bapak.”
Ibu :” Iya, nanti ibu sampaikan kepada bapak.”
Pak Toni :” Permisi….”

Pak Toni meninggalkan rumah Mentari dan membawa kabar gembira kepada Yoga mengenai sekolahnya besok.”

Ibu :” Tari, bapak kemana sih ?”
Mentari :” Aku tadi lihat bapak sedang shalat Isya di masjid.”
Ibu :” Pantas saja , ada tamu kok tumben ditinggal.”
Mentari :” Iya, bu.”
Ibu :” Tari, sudah kamu cepat tidur sudah jam 9.”
Mentari :” Kalau begitu Tari masuk kamar ya….
Ibu :” Jangan lupa shalat Isya dahulu !”
Mentari :” iya, bu.”

Mentari masuk kamarnya dan bersiap akan tidur.”

Mentari :” Pelangi, kamu sudah shalat Isya ?”
Pelangi :” Sudah kak.”
Mentari :” Kalau begitu, kakak shalat dahulu ya…
Pelangi :” Iya.”

Setelah Mentari shalat……

Mentari :” Langi… langi…. Bangun !”
Pelangi :” Aku sudah mengantuk, kak.”
Mentari :” Kalau begitu ya sudah… “ padahal aku ingin bercerita.’

Tari bergegas naik ke tempat tidur…

Mentari :” ( melamun sejenak ) Pasti yang menjadi anak Pak Toni sangat
beruntung sekali, mempunyai orang tua yang perhatian, kaya,
dan memiliki rumah yang nyaman….
sedangkan aku…..
ah… sudahlah kenapa aku jadi memikirkan itu.” Aku tidur saja.”

Mentari pun tidur…….
Keesokan harinya……

Mentari :” Tari sudah siap mau berangkat sekolah.”
Ibu :” Hati – hati di jalan dan jangan lupa ke rumah Pak Toni dahulu.
Mentari :” Iya, bu.” Nanti juga jangan lupa untuk dagangannya.

Mentari mengayuh sepeda tuanya menuju rumah Pak Toni. Hari ini Tari tidak berangkat bersama Pelangi.

Mentari :” Selamat Pagi…..
Pak Toni :” Pagi…”
Mentari :” Apakah Yoga sudah siap untuk berangkat ke sekolah ?”
Pak Toni :” Tunggu sebentar, dia sedang pakai sepatu, ayo duduk !”
Mentari :” Wah, rumahnya besar sekali dan bersih.”( mengucap dalam hati )
Pak Toni :” Yoga…. Kamu sudah siap belum ?”
Yoga :” Saya sudah siap, Pap.”
Pak Toni :” Tari, Kenalkan ini anak bapak.”
Yoga :” Yoga…
Mentari :” Mentari…( ganteng sekali memuji dalam hati )
Bu Laras :” Ayo cepat berangkat…
Mentari :” Baik, bu.”
Pak Toni :” Hari ini kamu ikut dengan mobil bapak saja, supaya cepat sampai.
Mentari :” Lalu sepeda saya ?”
Bu Laras :” Sudah tidak apa – apa, tinggal saja di sini.”

Mereka berangkat menuju sekolah

Mentari :” Maaf Pak Toni, nanti pulang sekolah saya tidak bisa bareng
dengan Yoga, karena saya harus langsung pergi ke pasar.”
Pak Toni :” ke pasar ?”
Mentari :” Saya mau berjualan gorengan di pasar.”
Pak Toni :” Ya sudah, tidak apa – apa.” Nanti Yoga biar di jemput supir saja.”
Betulkan Yoga ?”
Yoga :” ( hanya diam )
Mentari :” Maaf sebelumnya,”
Pak toni :” Tidak apa – apa.”
Mentari :” ( memikirkan sikap Yoga yang berbeda dengan Pak Toni )
Pak Toni :” Habis belok kanan, kita belok kanan atau kiri?”
Mentari :” Oh …. ( terkejut ) belok kanan,pak.”

Mentari dan Yoga tiba di sekolah. Wajah Yoga tak bersemangat saat itu.

Mentari :” Yoga, bagaimana kabarmu ?”
Yoga :” Baik.”( meninggalkan Mentari )
Mentari :” Aneh, ditanya hanya direspon begitu.”

Kring…kring…kring…bel berbunyi. Semua murid masuk kelas.

Mentari :” Yoga, kamu tunggu saja di situ, nanti bu Heni akan
Memperkenalkanmu.”
Yoga :” Ya.”
Mentari :” Angkuh sekali !”
Bu Heni :” Anak – anak hari ini kita akan mempunyai teman baru dari Jakarta
Ayo kamu masuk, perkenalkan dirimu!”
Yoga :” Namaku Yoga N,
Bu Heni ;” Jelaskan asalmu ?”
Yoga :” ( hanya diam, dengan wajah kesal )
Bu Heni :” Baik, sekarang kamu boleh duduk di samping Rubi.”
Yoga :” Bu, boleh saya duduk sendiri ?”
Bu Heni :” Bagaimana ya ?
Yoga :” ( Tetap berdiri di depan kelas )
Mentari :” Ibu, biar saya yang duduk dengan Rubi. Hari ini Rini tidak masuk, jadi Yoga bisa duduk sendiri.”
Yoga :” Baik, bu.” Sekarang saya akan duduk.”
Bu Heni :” Terima kasih, Mentari.”
Mentari :” Ya, bu.” ( masih memikirkan sikap Yoga yang begitu angkuh,
dan pendiam )

Pelajaran terus berlangsung, tak terasa bel istirahat berbunyi

Linda :” Tari, tadi kamu kok memberi tempat duduk kepada Yoga sih..?
Mentari :” Iya, aku kenal dia.”
Linda :” Memang dia itu siapa ?”
Mentari :” Dia tetangga baruku, yang tinggal di rumah yang besar itu, dia dari
Jakarta.”
Linda :” Berarti dia orang kaya ?”
Mentari :” Iya, tetapi sikapnya sangat aneh sekali.”
Linda :” Masa ?”
Mentari :” Coba saja !”

Linda dan Putri mengajak Yoga untuk keluar kelas.

Linda :” Yoga, kenalkan namaku Linda.”
Yoga :”( Hanya melihat saja )
Linda :” Kamu sudah jajan ?”
Yoga :”( Diam sambil mengeluarkan bekal makanannya )
Putri :” OH… kamu bawa bekal makanan, enak ya…
Linda :” Bagaimana keadaan Jakarta ?”
Putri ;” Pasti enak ?” Jawab dong !”
Yoga :” ( Tetap diam )
Linda :” Aneh kamu…”
Putri :” Sudah, ayo kita tinggal saja.”
Linda dan Putri meninggalkan Yoga di dalam kelas sendiri. Mereka kesal dengan sikap Yoga yang angkuh itu.

Ketika di kantin…
Mentari :” Bagaimana ?” kamu bisa mengajak Yoga keluar kelas ?”
Linda :” Bisa bagaimana ?” aku ajak ngobrol dia hanya diam tanpa kata.”
Putri :” Diam tanpa kata ?” itu bukannya judul lagu ( meledek Linda )
Mentari :” Sudah, ayo kita makan saja !”
Putri :” Lin, kamu ikut ke Jakarta ?”
Linda :” Sepertinya aku ikut, kamu ?”
Putri :” Kalau aku ikut, aku ingin sekali ke Jakarta.
Linda :” Kamu juga ikut, Tar ?”
Mentari :” Aku ingin sekali ikut, tetapi uangku tidak cukup untuk ke sana.”
Putri :” Kalau begitu, nanti aku akan coba untuk bantu,”
Mentari :” Tidak Usah .”

Bel mauk kelas berbunyi….

Pak Havid :” Anak – anak sekarang keluarkan buku kwn halaman 109!”
Mentari :” Bapak, bukannya hari ini kita membahas tugas yang kemarin?”
Pak Havid :” Tidak, hari ini bapak ada tugas mengenai acara perpisahan nanti.”
Kalian jangan lupa untuk membayar uang ke Jakarta , paling
lambat 1 minggu lagi.”
Murid :” Baik, pak.”
Suasana berubah menjadi gaduh…

Tidak terasa bel pulang berbunyi……

Mentari :” Maaf Yoga , Hari ini aku tidak bisa mengantarmu pulang.”
Yoga :” Tidak apa – apa.”
Mentari :” Aku pulang duluan ya….
Pelangi :” Kak….kak Tari !”
Mentari :” Kamu Pelangi ?” ada apa ?”
Pelangi ;” Hari ini kakak tidak usah ke pasar, karena dagangan kita sudah
Habis.”
Mentari :” Maksud kamu ?”
Pelangi :” Hari ini aku libur, ketika aku mau pergi ke pasar , ada seseorang
yang memborong dagangan kita.”
Mentari : “ Asyik…!” Kalau begitu kita pulang bareng Yoga saja.”
Pelangi :” Boleh.”
Mentari :” yog, aku tidak jadi pulang duluan.” Kami boleh bareng?”
Yoga :” ( mengangguk )
Pelangi :” Kak Yoga kenapa ?” Padahal ganteng tapi sikapnya….
Mentari :” Sudah…

Mentari, Yoga dan Pelangi pulang bersama naik mobil.
Di perjalanan….
Mentari :” Kenapa yang menjemput Pak Toni ?” Bukannya bapak masih sibuk
Pak Toni :” Awalnya Bapak juga berpikir begitu, tetapi bapak khawatir dengan Yoga.”
Mentari :” Oh… aku juga tidak jadi ke pasar.”
Pak Toni :” Memang ada apa ?”
Pelangi :” Barang dagangan kami sudah habis terjual.
Pak Toni :” Bagus kalau begitu, memangnya kalian berjualan untuk apa ?”
Mentari :” Kami berjualan untuk membantu Ibu dan menambah uang untu ke
Jakarta.”
Pak Toni :” Jakarta ?”
Mentari :” Nanti saat perpisahan sekolah kami akan pergi ke Jakarta.”
Pak Toni :” Berarti Yoga juga ke sana ya ?”
Yoga :” ( Tetap diam )

Mereka sampai di rumah Yoga…..

Pak Toni :” Terima kasih untuk hari ini.”
Mentari :” Sama – sama.”
Yoga :” ( masuk ke dalm rumah )
Pak Toni :” Maaf atas tingkah laku Yoga.”
Mentari :” Iya , tidak apa – apa. Kalau saya boleh tau, kenapa sifat Yoga
Pendiam ?”
Pak Toni :” Ceritanya sangat panjang, intinya Yoga mengidap penyakit
kanker darah pada usia 10 tahun. Dia berobat ke mana – mana
tetapi belum bisa sembuh sampai sekarang. Menurut dokter ,
penyakit ini adalah factor keturunan.
Mentari :” Maaf, pak. Apakah dahulu Ibu atau bapak mengidap penyakit ini ?
Pak Toni :” iya, dahulu ibu Yoga mengidap penyakit ini, tetapi sekarang ibunya
sudah meninggal dunia.
Mentari :” OH…. Kalau begitu saya pamit untuk pulang.”

Sesampainya di rumah….

Mentari :” Pelangi, kakak baru tau kalau Yoga mengidap penyakit kanker
darah .”
Pelangi :” Apa ?” Kalau begitu pantas saja sikapnya seperti itu.”
Mentari :” Iya, sebelum itu, ibunya meninggal dan dia menjadi frustasi.”
Pelangi :” Kita harus menghiburnya.”
Mentari :” Kita harus bersyukur dengan keadaan kita sekarang , walau masih
jauh dari kata sempurna, karena kita masih diberi nikat sehat dan
keluarga yang harmonis.
Pelangi :” Iya betul, kak.”

Lima hari kemudian…….

Pak Havid :” Bagaimana kamu Mentari, kamu mau pergi ke Jakarta atau tidak?
Mentari :” Saya juga belum tau, pak.” Soalnya saya belum punya uang.
Yoga :” Permisi, pak.” Tari, kamu dipanggil papaku di luar.”
Mentari :” Sebentar, pak.” Saya izin keluar dahulu.”
Pak Havid :” Ya sudah, jangan lama – lama.

Di luar Kelas ……

Pak Toni :” Tari, ini untuk kamu.”
Mentari ;” Apa ini, pak?”
Pak Toni :” Ini uang untuk kamu, bapak tau kamu sangat membutuhkan uang
Ini untuk ke Jakarta.
Mentari :” Tidak Usah, pak.”
Pak Toni :” Terimalah uang ini, jangan kamu kecewakan Yoga.”
Mentari :” Maksud, bapak ?”
Pak Toni ;” Bapak disuruh oleh Yoga untuk membantu kamu, dia bilang kamu
Sangat butuh uang untuk ke Jakarta.
Mentari :” Tidak usah, saya tidak bisa terima uang ini.”
Pak Toni :” Terimalah Mentari, ini permintaan Yoga yang terakhir.
Mentari :” Maksud bapak ?”
Pak Toni :” Kondisi Yoga semakin memburuk, dia tidak akan lama lagi…
Mentari :” Jadi Yoga…..
Pak Toni :” Menurut dokter, dia hanya dapat bertahan 2 sampai 4 hari lagi.
Mentari :” Tidak mungkin.”
Pak Toni :” Baru pertama kali bapak lihat dia bisa tersenyum dan peduli
Kepada seseorang. Dan itu hanya bersama kamu, gadis manis.”
Mentari :” ( tersenyum menahan air mata ) baiklah akan saya terima uang
Ini.”

Beberapa saat kemudian…

Pak Havid :” Tolong…..Tolong….Tolong.
Mentari :” Ada apa itu ?” ( berlari menuju kelas )
Pak Havid :” Tari, cepat kamu telepon rumah sakit!”
Mentari :” Memangnya ada apa ?”
Pak Havid :” Yoga jatuh pingsan dan hidungnya berdarah.”
Mentari :” Baik, pak.”

Pak Havid membawa Yoga ke rumah sakit bersama dengan anak – anak yang lain. Sedangkan Mentari pulang ke rumah untuk memberi tau pak Toni.
Mentari Mengayuh sepedanya dengan cepat

Mentari :” Pak….pak.. Permisi !”
Bu Laras :” Ada apa Mentari ?” Kok kamu terlihat panik.”
Mentari :” Begini, Yoga masuk rumah sakit,tadi dia pingsan di sekolah.”
Bu Laras :” Apa ?” ibu akan segera ke sana.”

Mentari :” Kalau begitu, Tari berangkat duluan, jangan lupa beri tau pada pak Toni !”
Bu Laras :” Baik.”

Setibanya di rumah sakit….

Mentari :” Pak , bagaimana ini ?”
Pak Toni :” Sudah tidak apa –apa.”
Dokter :” Apakah ini keluarga Yoga ?”
Pak Toni :” Iya betul, bagaimana kondisi anak saya ?”
Dokter :” Penyakitnya semakin parah, sekarang dia ingin melihat bapak dan
Adik yang bernama Mentari.”
Pak Toni :” Baik, dok.”

Mentari dan Pak Toni Masuk ke ruang Yoga,

Mentari :” Yoga…
Pak Toni :” Kamu hebat, nak.” ( tersenyum )
Yoga :” Papa, maafkan segala kesalahanku dan terima kasih telah
Merawatku selama ini.”
Pak Toni :” Kamu tidak boleh bicara seperti ini..
Yoga :” Maafkan aku , Tar.”
Mentari :” Iya, aku tidak pernah menganggapmu telah melukaiku.
Terima kasih atas segalanya.”
Yoga :” Mungkin hanya ini yang dapat aku berikan untuk kamu.”
( Terbatuk – batuk dan sesak )
Pak Toni :” Dok…dok..!” Kenapa ini ?
Dokter :” Bapak tenang saja, Biar saya periksa dahulu.”
Pak Toni :” Baik, dok.”

Beberapa saat kemudian…..

Pak Toni :” Bagaimana keadaan anak saya, dok ?”
Dokter :” Maaf, pak.” Saya sudah berusaha sekuat tenaga tetapi apa boleh
Buat, anak bapak tidak dapat saya selamatkan, anak bapak telah
Meninggal dunia.
Pak Toni :” Apa ? maksud dokter ?
Mentari :” Sabar, pak.” Mungkin ini sudah rencana Tuhan, kita tidak bisa
Berbuat apa – apa lagi.
Bu Laras :” Sabar, pak.”



Beberapa hari kemudian….

Pak Toni :” Tar, bagaimana tentang rencana perpisahan kamu di Jakarta ?”
Mentari :” Untuk rencana itu, tidak jadi dilaksanakan di Jakarta mengingat
Kondisi yang tidak memungkinkan.”
Pak Toni :” Jadi kamu tidak jadi pergi ke Jakarta ?”
Mentari :” Benar, memang ada apa ?”
Pak Toni :” Saya berencana untuk mengajak kamu dan Pelangi pergi ke
Jakarta. Apakah kamu mau ?”
Mentari :” Benarkah ? kalau begitu saya akan minta izin kepada ibu.”

Beberapa saat kemudian….

Mentari :” Ibu, apakah Tari dan Langi boleh pergi ke Jakarta besok ?”
Ibu :” Memangnya kamu diajak oleh siapa ?”
Mentari :” Saya diajak oleh Pak Toni.”
Ibu :” Memang kamu tidak sekolah ?”
Mentari :” Seminggu ini aku libur, karena sudah melewati UAS.”
Ibu :” Boleh kalau begitu.”
Mentari :” Benarkah ?” terima kasih , bu.”
Ibu :” Jangan lupa beri tau adikmu.
Mentari :” Baik, bu.”

Keesokan harinya….

Mentari :” Langi….langi !” bangun !”
Pelangi :” iya, kak.”
Mentari :” Cepat mandi, jangan lupa siapkan pakaiannya !”
Pelangi :” Ok.”

Tak lama kemudian…

Pak Toni :” Permisi…”
Ibu :” Pak Toni, ayo silakan masuk !”
Pak Toni :” Terima kasih.” Tari dan Langi sudah siap ?”
Ibu :” Sudah, sebentar saya panggilkan.”

Ibu memanggil Tari dan Langi..

Pak Toni :” Bagaimana?” sudah siap?”
Mentari :” Sudah.”
Pelangi :” Kalau begitu, ayo kita berangkat saja !”
Pak Toni :” Ibu, saya berangkat dahulu.”
Ibu :” Hati – hati di jalan.”

Sepanjang perjalanan, Langi dan Tari terlihat bahagia. Mereka ingin segera sampai di Jakarta.

Pak Toni :” Kamu kalau sudah sampai di Jakarta ingin kemana ?”
Pelangi :” Aku ingin ke Dufan, pasti seru di sana.”
Mentari :” Kalau aku ingin mencari tempat untuk aku kuliah di sana.
Pak Toni :” Kuliah ?” Kamu memang mau kuliah dimana ?
Mentari :” Aku sudah lulus PMDK dan aku diterima di UI.”
Pak Toni :” Wah, hebat kamu !” bagaimana kalau kamu tinggal
di rumah saya saja .”
Mentari :” Memang rumah bapak daerah mana ?”
Pak Toni :” Rumah bapak ada di dekat Margonda.
Mentari :” Berarti dekat dengan kampus saya.
Pak Toni :” Dekatlah.” Bagaimana ?”
Mentari :” Saya sangat berterima kasih, tetapi apa tidak merepotkan?”
Pak Toni :” Tidak, kamu sudah saya anggap seperti anak saya sendiri.”
Bu Laras :” Lagi pula, rumah itu juga tidak terpakai.
Mentari :” Kalau begitu, baiklah.” Terima kasih banyak.”
Pelangi :” Kak, Pak Toni sangat baik ya… ( berbisik )
Mentari :” Iya, sayang sekali Yoga tidak ada.”
Pelangi :” Sudah,kak.” Jangan diingat lagi !”
Mentari dan Pelangi sangat merasa senang. Akhirnya, mereka bisa pergi ke Jakarta. Melihat indahnya kota Jakarta, dan bisa melihat kesibukan kota Jakarta. Masa depan Mentari pun sudah terjamin, biaya sekolahnya sudah ditanggung dan dia dapat membahagiakan orang tuanya. Seperti namanya, Mentari dapat memberi cahaya pada setiap pijakannya.


TAMAT